PRAKTIK FRAUD DI KOPERASI DAN BAGAIMANA MENDETEKSINYA

Ditulis oleh : Ngatidjo ( Dewan Penasihat ABDSI Korwil DIY)

Fondasi utama dalam pengelolaan kelembagaan koperasi kredit adalah kejujuran, pengorbanan dan keterbukaan. Karena kejujuran dan keterbukaan akan menjadi instrument untuk membangun kepercayaan lembaga. Sehingga moralitas dan mentalitas para pengurus dan pengelola menjadi jaminan utama bagi keberhasilan pengelolaan usaha. Walau sudah ada ketentuan dan peraturan yang jelas tentang pengelolaan usaha, khususnya bidang keuangan, masih saja banyak terjadi tindak penyimpangan berupa penipuan, penggelapan, pencurian, mark up dan manipulasi yang menyangkut keuangan. Dalam kegiatan organisasi hal ini merupakan bagian dari tindak fraud atau kecurangan, yang bisa berdampak menghancurkan lembaga.

Di lingkungan koperasi, fraud kemungkinan bisa terjadi dan dilakukan oleh semua pihak seperti pengurus, pengawas, manajemen (karyawan), maupun anggota. Pengurus bisa melakukan fraud, biasanya karena memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengambilan kebijakan, sementara manajemen bisa melakukan fraud karena merupakan pihak yang mengelola operasional.

Terjadinya fraud biasanya baru ketahuan setelah beberapa lama, dan akibatnya sangat berpengaruh jelek terhadap citra lembaga. Dan tidak mudah untuk mendeteksi terjadinya fraud. Yang jelas akan membutuhkan energy pemikiran dan biaya yang banyak untuk menyelesaikan, dan terkadang bersifat rumit. Akibatnya akan timbul kerugian financial lembaga dan menurunnya tingkat kepercayaan terhadap lembaga.

Apa itu Fraud?

International Standards on Auditing (ISA) seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial Statements Paragraf 6 mendefinisikan fraud sebagai ‘”.. tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau ilegal”

Di Indonesia, tindak fraud tidak diatur dalam UU Anti Korupsi, tetapi merupakan tindak pidana umum. Sehingga pengurusannya harus berdasar pada KUHP. Pengge-lapan dan penipuan diatur dalam pasal-pasal yang berbeda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.

Penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/ uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.

Sementara itu penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP. Yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.

Contoh -contoh kasus fraud yang terjadi di lapangan

  • “Seorang Ketua, menyalah gunakan uang deposito koperasi di bank, dengan ditarik untuk kepentingan pribadi tanpa sepengetahuan pengurus lain. Untuk mengelabuhi pengurus lain, dikatakan bahwa uang tersebut dipinjam oleh temannya yang bukan anggota. Dan untuk mengelabuhi anggota, uang deposito tetap ditulis dalam laporan keuangan”
  • “Seorang Manajer, melakukan cash bond (pinjam sementara) berkali-kali tanpa melalui prosedur pinjaman. Untuk mengelabuhi tindakannya dibuatlah surat permohonan dan surat perjanjian pinjaman”
  • “Seorang manajer, merekayasa laporan keuangan sehingga tampak bagus dengan asetnya dan pendapatanya bertambah, meskipun tidak ada transaksi kas”
  • “Petugas Lapangan menerima titipan uang tabungan anggota untuk meyakinkan anggota, transaksi tetap dibukukan dalam buku Anggota tetapi uang dan catatanya tidak disetorkan ke kasir. ”
  • “Seorang petugas lapangan meminta imbalan jasa untuk mempercepat proses pinjaman dengan membuat informasi palsu dalam penilaian barang jaminan”
  • “Seorang kasir melakukan transaksi penarikan tabungan milik anggota lain, tanpa sepengetahuan pemiliki buku tabungan”
  • “Membagi rata kepada semua pengurus terhadap uang hadiah (fee pemasaran) dari bank, yang seharusnya dimasukkan ke dalam post pendapatan di luar usaha.
  • Dan sebagainya.

Bentuk Modus yang terjadi di lingkungan koperasi:

  • Penggelapan uang atau barang
  • Kolusi
  • Manipulasi data dan informasi
  • Pencurian barang atau data informasi
  • Gratifikasi
  • Mark up biaya

WILAYAH KRITIS PRAKTEK FRAUD DI LINGKUNGAN KOPERASI

Fraud bisa terjadi dan perlu diwaspadai pada beberapa kegiatan di koperasi, antara lain:

  1. Kegiatan Pelayanan Simpanan:
    1. Menahan dan menyalah gunakan uang titipan setoran simpanan/ tabungan untuk kepentingan Petugas / Pengurus di lapangan
    2. Memanipulasi data transkasi.
    3. Penarikan simpanan/ tabungan secara fiktif oleh kasir atau orang lain.
  2. Kegiatan Pelayanan Pinjaman:
    1. Manipulasi data dan informasi datan peminjam.
    2. Suap untuk memperlancar proses peminjaman.
    3. Gratifikasi (pemberian sesuatu kepada Petugas/Pengurus atas pelayanan pinjaman yang diterima seseorang anggota.
    4. Meminjam nama anggota lain untuk memperoleh pinjaman oleh Petugas/ Pengurus/ Pengawas/ Anggota
    5. Menahan sementara dan menyalah gunaan uang setoran anggsuran dan bunga pinjaman.
  3. Penjualan Asset:
    1. Penjualan asset dengan harga di bawah harga pasar.
    2. Menahan sebagian hasil penjualan asset untuk kepentingan pribadi
    3. Melakukan penjualan asset tanpa melalui proses lelang
  4. Pengadaan Barang dan Jasa
    1. Melakukan mark up anggaran pengadaan barang dan jasa.
    2. Memperoleh komisi/ potongan harga dari suplayer.
    3. Melakukan pengadaan barang dan jasa hanya pada satu pemasok.
  5.  Pembukuan dan Pelaporan Keuangan
    1. Window dressing
    2. Manipulasi data dan informasi
  6. Penyalah gunaan asset koperasi.
    1. Pengunaan kendaraan, peralatan, barang milik koperasi untuk kepentingan pribadi.
    2. Memiliki secara pribadi barang hadiah untuk koperasi dari pihak ke 3
    3. Membebankan kepentingan pribadi kepada koperasi ( di luar kebijakan yang telah diatur)

DAMPAK KERUGIAN AKIBAT FRAUD BAGI KOPERASI

Dampak kerugian akibat fraud bagi koperasi sungguh luar biasa, bahkan bisa mengakibatkan koperasi mengalami collaps dan ambruk. Kerugian ini bersifat material dan non material, antara lain:

  1. Menurunnya likuiditas dan kapasitas pelayanan
  2. Menurunya tingkat pendapatan
  3. Menghambat pelaksanaan program kerja
  4. Memperburuk kinerja lembaga.
  5. Menurunkan tingkat kepercayaan dan mutu lembaga
  6. Menurunkan semangat kerja
  7. Memperburuk citra lembaga dan gerakan

Dampak kerugian akibat fraud adalah terjadinya ketidak percayaan anggota karena ketidak tersediaan kas ketika akan mengajukan pinjaman atau penarikan tabungan. Jika likuiditas menurun jelas akan menurunkan porto folio pinjaman karena tidak ada pinjaman baru. Sehingga pendapatan akan menurun dan SHU ikut menurun. Dengan demikian akan melemahkan motivasi anggota untuk menabung. Selain itu, jika likuiditas menurun akan menghambat pelaksanaan program kerja, tidak tersedianya dana untuk membiayai kegiatan.

Jika diketahui ada kejadian fraud, akan berpengaruh kepada menurunnya kinerja pengurus maupun karyawan. Bagi mereka yang rajin akan sangat kecewa dengan peristiwa ini, akibatnya hubungan internal akan terganggu. Biasanya pelaku fraud akan berupaya menghimpun perlindungan dari berbagai pihak agar tetap terselamatkan. Dan akan tidak terelakkan timbulnya konflik internal.

Dari aspek sosial, akan timbul ketidak percayaan di antara elemen kepengurusan. Yaitu saling curiga mencurigai satu sama lain. Yang lebih fatal adalah menurunnya kepercayaan anggota/ masyarakat terhadap kelembagaan koperasi. Nama baik koperasi menjadi rusak, akibat ulah oknum yang serakah mengambil uang bukan yang menjadi haknya. Tidak menutup kemungkinan banyak anggota yang mengundurkan diri, atau yang lebih parah akan “lari dari tanggung jawab” dan tidak membayar pinjamannya.

Jika kasus fraud tidak bisa diselesaikan secara internal, tak pelak akan dilanjutkan ke ranah hukum. Sudah pasti akan berurusan dengan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Waktu, tenaga, biaya akan terkuras habis hanya untuk urusan pelaporan, penyidikan, persidangan di kantor pengadilan. Tentu yang akan terlibat bukan hanya pelaku, tetapi hampir semua pihak ( Pengurus, Pengawas, Manajer/ Karyawan) akan dilibatkan dalam urusan ini.

Bagaimana cara mendeteksi terjadinya tindakan fraud?

Fraud bisa diketahui dari 2 cara, yaitu hasil audit dan laporan dari pihak lain. Jika audit dilakukan secara cermat dan akurat, akan mudah untuk memperoleh red flag (sinyal) sebagai tanda yang dicurigai adanya gejala fraud.

1. KOLUSI:

  • Pelayanan cepat di luar batas kewajaran
  • Adanya prosedur birokrasi yang dilewati (potong kompas)
  • Hubungan istimewa (kedekatan) dengan anggota atau pemasok
  • Persyaratan administrasi dan prosedur yang tidak lengkap tetapi tetap lolos untuk pelayanan
  • Data lapangan yang meragukan ( data/ informasi peminjam).
  • Kerjasama dengan anggota untuk memperoleh dana pinjaman.
  • Menghambat untuk rotasi posisi/ jabatan.

2. PENCURIAN:

  • Mengambil barang atau uang yang bukan miliknya tanpa sepengetahuan pemilik/ pemegang kuasa.
  • Memberikan data/ informasi lembaga kepada pihak lain.

3. GRATIFIKASI:

  • Menerima/ meminta imbalan berupa barang/ uang atas pelayanan yang telah diberikan
  • Memenangkan salah satu pemasok barang/ jasa.
  • Memperoleh penghasilan tambahan di luar penghasilan resmi.

4. PENGGELAPAN:

  • Jumlah setoran tabungan atau angsuran yang tidak konstan.
  • Tidak adanya pencatatan terhadap penerimaan setoran.
  • Tidak menyerahkan hak anggota (sebagian atau sepenuhnya)
  • Menggunakan sebagian dana pinjaman anggota.
  • Menahan untuk beberapa saat terhadap penyetoran uang.
  • Menyalah gunakan uang lembaga.

5. MARK UP:

  • Meningkatkan nilai harga (biaya) pembelian dari harga aslinya.
  • Menambahkan jumlah unit barang lebih dari yang dibutuhkan
  • Menambahkan anggaran pembelian dalam penganggaran barang dan jasa.
  • Pembelanjaan secara terus-menerus di salah satu pemasok
  • Nota pembelian yang tidak wajar/ meragukan

LANGKAH MELAKUKAN DETEKSI FRAUD.

Sebagaimana tindak fraud adalah tindakan yang seolah-olah benar atau bersifat samar-samar, maka perlu kejelian dalam melakukan deteksi. Perlu diketahui bahwa pelaku fraud pada dasarnya adalah orang cerdik dan cerdas, sehingga tahu dimana celah yang memungkinkan melakukannya. Untuk melakukan pencegahan dan deteksi kemung-kinan fraud, perlu dilakukan:

  • Pemeriksaan silang (cross check) data lapangan
  • Pemeriksaan akurasi , kelengkapan, kebenaran, keabsyahan terhadap dokumen pengeluaran dan penerimaan.
  • Mewaspadai terhadap meningkatkan NPL atau PAR
  • Melakukan on the spot untuk memastikan kebenaran prosedur dan akurasi data pelayanan di lapangan.
  • Melakukan pemeriksaan terhadap seluruh proses pembukuan dan pelaporan keuangan.
  • Analisa keuangan : aktifa, passiva, cash flow, NPL, BOPO
  • Cash opname (pemeriksaan kas)
  • Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan SOM/ SOP.
  • Whistle Blower ( pemberi informasi ).
  • Complain Handling ( kotak pengaduan).
  • Melakukan opname terhadap barang inventaris secara berkala

Melihat bahayanya praktek fraud yang akan mengancam keberlangsungan hidup koperasi, maka perlu dijadikan musuh bersama untuk dicegah dan dilawan. Sehingga perlu dibangun komitmen bersama di antara semua pihak dalam kepengurusan koperasi untuk menjaga moralitas dan etika. Fraud hanya bisa dicegah dengan meningkatkan Mutu Pelaksanaan Pengawasan (Quality Controll Management) secara ketat terhadap seluruh aspek dalam system pelayanan.

NGATIDJO, Pegiat koperasi, tinggal di Yogyakarta.