CATATAN AKHIR TAHUN ABDSI

KILAS BALIK

Konferensi Nasional Business Development Services tanggal 27-30 Mei 2002 telah menorehkan tonggak penting perkembangan BDS di tanah air. Melalui konferensi tersebut, telah dilahirkan sebuah Asosiasi Nasional yang mewadahi peran dan kiprah BDS dalam memberdayakan UKM. Awal kehadiran Asosiasi BDS Indonesia berlangsung ditengah transisi Pembubaran BPS-KPKM (yang membidani lahirnya program pengembangan sentra UKM sekaligus memfasilitasi pemeran BDS dalam pemberdayaan UMKM), dan ditandai dengan perubahan peta kebijakan dan arah strategi yang tidak cukup kondusif bagi pengembangan BDS.

Melalui ADB-TA, negara-negara donor membantu pemerintah menyusun Mid-Term Action Plan/MTAP pemberdayaan UKM 2002-2004. Melalui MTAP, pemerintah menyusun program aksi pemberdayaan UKM dengan melibatkan peran BDS secara lebih intens. Salah satu item dalam MTAP menyebutkan perlunya dukungan dan penguatan bagi forum BDS, dalam hal ini direprentasikan oleh Asosiasi BDS Indonesia. Bahkan, ABDSI diberi kesempatan untuk duduk menjadi anggota Pokja Nasional pengembangan UKM yang bertugas memonitor implementasi MTAP. Mulai saat itu eksistensi ABDSI lebih dikenal oleh berbagai kalangan. Hal itu dikarenakan Pokja Nasional Pengembangan UKM beranggotakan lintas Departemen/instansi, juga sektor swasta dan stakeholder lainnya yang terkait dalam pemberdayaan UKM di tanah air.

Keberhasilan tersebut menjadi lebih terasa saat ABDSI berhasil menyelenggarakan Internasional Conferece on BDS tanggal 28-30 Maret 2003 di Bali yang didukung oleh Kementrian Negara Koperasi & UKM, BRI, dan The Asia Foundation. Selanjutnya selama tahun 2002-2005, beragam kegiatan mulai workshop, seminar, pelatihan, Rapimnas, Rakornas dan lainnya telah dilakukan oleh ABDSI. Kegiatan memulihkan kembali UKM di Aceh juga telah dilaksanakan melalui program BDS4Aceh, bekerjasama dengan SAVE the CHILDREN. ABDSI juga bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Prudentia – Timor Leste, Swiss Contact, International Finance Corporation/IFC-Pensa, CD-SMEs, Fornas UKM, PUPUK Indonesia, SGU, Sequa, Universitas Malikussaleh Lhoksumawe-Nangroe Aceh Darussalam dan masih banyak yang lainnya terus digalakkan. (sumber : https://old.abdsi.id/sejarah-abdsi/)

Selanjutnya pada tanggal 27-28 Juli 2005 di Balikpapan – Kalimantan Timur ABDSI melaksanakan MUNAS II sebagai amanat tertinggi organisasi dalam menentukan arahan pengembangan organisasi, seperti perubahan AD/ART, program kerja, pengurus baru selama masa periode 5 (lima) tahunan. Kemudian dilanjutkan dengan MUNAS III dan MUNAS IV. 

REPOSISI DAN REKONSTRUKSI ABDSI

Dalam perjalanannya hingga penghujung tahun 2019, ABDSI telah memasuki usia ke 17, usia yang sudah cukup mature bagi sebuah organisasi dengan segala dinamikanya. Pada MUNAS V di Jogjakarta pada 5-6 Agustus 2019. Perubahan lingkungan internal dan eksternal yang disebabkan oleh dinamika perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi informasi di Indonesia dan global, membuat ABDSI melakukan langkah-langkah Reposisi dan Rekonstruksi. Hal ini dituangkan dalam hasil MUNAS V dimana periode Kepengurusan menjadi lebih singkat yaitu 3 (tiga) tahun (2019 – 2022). Selain itu ABDSI melakukan Reposisi terhadap peran organisasi dalam Perlindungan, Pemberdayaan, dan Pengembangan UMKM & Koperasi. Reposisi peran yang dimaksud adalah sebagai Lembaga Keperantaraan (*Intermediary Institutional*) bagi multi stake holders dimana ABDSI adalah mitra strategis dalam penyusunan kebijakan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah (Government), Pelaku Bisnis dan sektor swasta (Business), Inkubasi serta Pengembangan R&D oleh Perguruan Tinggi (Academia), Pemanfaatan Teknologi Informasi (Media), serta Organisasi non Pemerintah baik dari dalam negeri dan luar negeri (Community).

Reposisi yang diusung ABDSI pada kepengurusan hasil MUNAS V ini sungguh tidak mudah dan cukup berat dilaksanakan apabila komponen*1)* yang berada dalam tubuh ABDSI tidak merespon dengan baik atau memiliki hambatan dalam komunikasi secara internal. *1) Catatan* yang dimaksud dengan Komponen Tubuh ABDSI disini adalah Pengurus Pusat (Dewan Penasehat dan Dewan Pengurus Nasional), Pengurus Koordinator Wilayah (Tingkat Provinsi), Pengurus Koordinator Daerah (Tingkat Kabupaten/Kota), dan Koordinator Regional.

Menjadikan ABDSI sebagai model Intermediary Institutional bukan sekedar angan-angan, tapi dapat diwujudkan dengan modal sosial yang telah terbangun selama ini, yaitu ABDSI telah memiliki Korwil di 30 Provinsi kecuali Provinsi Papua, Papua Barat, Bengkulu dan Kepulauan Riau (sumber : https://old.abdsi.id/pengurus-koordinator-wilayah/). 

Keberadaan ABDSI di wilayah tersebut cukup memberikan peran yang signifikan bagi suatu organisasi yang konsen terhadap pemberdayaan dan pengembangan UMKM dan Koperasi, bahkan dapat dikatakan sebagai lembaga organisasi terbesar di Indonesia.

Namun jangan lengah atau terpesona, semangat dan cita-cita reposisi itu belum menjadi semangat semua komponen ABDSI, perlu suatu rekonstruksi internal dalam mewujudkan reposisi tersebut. Rekonstruksi internal ABDSI dimulai dari pemahaman dasar bersama, yaitu ABDSI sebagai organisasi nirlaba bukan organisasi bisnis dan tidak memiliki modal finansial dalam menggerakkan organisasi.

Pemahaman bersama ini akan mendorong komponen ABDSI untuk melakukan rekonstruksi organisasi melalui Pengurus Nasional, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Daerah. Rekonstruksi internal ini tentunya tidak boleh keluar dari koridor AD/ART organisasi, sehingga langkah-langkah rekonstruksi ini akan menyempurnakan Visi dan Misi, strategi dan rencana kerja periode kepengurusan hasil MUNAS V.

5 (lima) langkah rekonstruksi ini disampaikan sebagai catatan pemikiran akhir tahun penulis dalam menyongsong tahun 2020 dengan semangat dan optimisme.

1. Basis Anggota
ABDSI adalah organisasi yang beranggotakan lembaga penyedia  jasa layanan bisnis (BDS) dan konsultan bisnis perorangan. Artinya rekonstruksi pemahaman antara anggota dengan organisasi adalah posisi win-win, saling memberikan kemanfaatan dan saling menghidupi. Pemahaman ini harus terang benderang (clean & clear) di masing-masing pihak.  

2. Modal Finansial
ABDSI tidak memiliki Anggaran/Modal Finansial untuk membiayai kegiatan organisasi. Rekonstruksi pemahaman tentang ini adalah ABDSI harus bisa mengambil bagian dari APBN, APBD atau dana donor lainnya, yang bisa dilaksanakan oleh anggota sesuai dengan kompetensi serta mendapatkan kontribusi untuk organisasi. Porsi dari APBN, APBD atau dana donor lainnya yang dapat diambil oleh ABDSI adalah kegiatan yang bersifat Advokasi, Edukasi, dan Sosialisasi.

3. Unit Bisnis Anggota 
Bisnis layanan anggota ABDSI satu sama lain tidak boleh bersaing, rekonstruksi pemahaman ini adalah masing-masing BDS atau Konsultan perorangan dalam memberikan layanan bisnis harus clear tujuan bisnisnya, atau dengan kata lain memiliki kompetensi inti sehingga tidak bersaing dalam pelayanan bisnis.

4. Pemetaan Kompetensi Anggota
Kompetensi adalah kata kunci dalam reposisi ABDSI, rekonstruksi pemahaman yang dilakukan oleh anggota adalah melakukan analisa BSC dalam melakukan jasa layanannya sehingga dapat menemukan kompetensi inti BDSnya sehingga Pengurus Nasional (DPN), Pengurus Wilayah (Korwil) dan Pengurus Daerah (Korda) dapat melakukan pemetaan kompetensi anggota (database).

5. Kompetisi Program
Program layanan jasa ABDSI kepada multi stake holder harus berbasis kompetensi anggota, rekonstruksi pemahaman dalam hal ini adalah memberikan kesempatan kepada anggota untuk dapat berkompetisi melalui lelang (bidding)untuk pelaksanaan program yang berasal dari APBN, APBD, serta Dana Donor NGO dalam negeri atau luar negeri.

Dituliskan oleh
Tengku Irham Kelana
Wakil Ketua Umum ABDSI